Sejarah Marine Raiders, Satuan Elite Marinir Amerika pada Perang Dunia II

15 Mar 2023

Marine Raiders, sumber : https://www.shutterstock.com/id/image-illustration/marine-raiders-flag-blowing-wind-3d-2054221043

Marinir menjadi suatu cabang dalam angkatan bersenjata pada suatu negara yang berfokus kepada penyerbuan amfibi, operasi dalam pengamanan lepas pantai dan pulau terluar, hingga penyerbuan menggunakan kendaraan taktis. Penggunaan satuan marinir dalam sejarahnya bisa ditelusuri dari era Yunani yang merujuk kepada Epibatai, satuan unit laut bersenjata berat dalam armada perang Yunani.

Pada abad pertengahan, para tentara kerajaan seringkali menaiki suatu kapal sebagai tulang punggung dalam pertempuran. Namun, peran marinir lebih kompleks lagi pada masa pertempuran laut pada abad ke 17 yang di mana sudah ditemukannya berbagai macam kapal perang seperti tipe Man of War.

Peran marinir pada era pelayaran sudah terorganisir dengan baik dan digunakan secara efektif oleh kerajaan Inggris dan Belanda. Kerajaan Inggris membentuk The Duke of York and Albany’s Maritime Regiment of Foot yang berubah nama menjadi Royal Marine. Sedangkan Belanda membentuk satuan marinirnya yang bernama the Koninklijke Nederlandse Corps Mariniers.

Hingga pada masa perang dunia, peran marinir masihlah digunakan secara intensif terlebih lagi oleh Amerika serikat pada teater peperangan di Pasifik. Penggunaan angkatan marinir dalam menghadapi serangan tentara kerajaan Jepang memungkinkan untuk Amerika melakukan serangan amfibi terhadap basis-basis pertahanan Jepang.

Bahkan, untuk menunjang kebutuhan perang lainnya, korps marinir Amerika membentuk satuan unit khusus yang berisi para prajurit elite untuk melakukan tugas khusus seperti pengintaian dan serangan di belakang garis musuh.

Seperti apa kiprah the Marine raiders dalam upayanya memenangkan Perang Dunia ke-2 di front pasifik? mari kita telusuri

Keterlibatan dalam Perang Dunia II

Penyerbuan Pearl Harbour, sumber : https://www.shutterstock.com/id/image-photo/pearl-harbor-three-stricken-us-battleships-239401234.

Sebelum meletusnya perang Dunia ke-2. Satuan Marinir Amerika Serikat telah melakukan serangkaian pengembangan mulai dari doktrin, peralatan, dan organisasi yang dibutuhkan untuk perang amfibi. Keberhasilan usaha ini dibuktikan pertama kali di Guadalcanal, kemudian di Bougainville, Tarawa, New Britain, Kwajalein, Eniwetok, Saipan, Guam, Tinian, Peleliu, Iwo Jima, dan Okinawa.

Dalam tahun-tahun terakhir pada abad ke-19, angkatan kekaisaran Jepang mulai melakukan okupasi terhadap wilayah-wilayah di sekitarnya sebagai bentuk nyata atas konsistensi pada kebijakan Invasi di Asia dan Pasifik. Langkah offensive kekaisaran hanya akan mundur ketika berhadapan langsung dengan kekuatan yang lebih superior.

Kekuatan dan ukuran angkatan perang yang semakin tumbuh memberikan sinyal peringatan bagi negara-negara di sekitarnya atas bentrokan yang sewaktu-waktu bisa terjadi antara Jepang dan negara-negara Barat dengan kepentingan yang luas.

Setelah pecahnya perang di Teater Eropa dan kejatuhan Prancis. Pemerintahan Vichy yang dibentuk dipaksa untuk menyetujui atas pendudukan Jepang di indo-China.

Ketiga negara dari kubu poros itu bergabung lagi dalam waktu kurang dari sebulan, kali ini dalam Perjanjian Tripartit pada 27 September yang menjanjikan aksi bersama oleh Poros jika terjadi perang dengan Amerika Serikat.

Hal ini menimbulkan pertentangan dari pihak Amerika Serikat dari adanya aksi hegemoni yang dibangun Jepang atas Republik China yang pada saat itu sedang mengalami perselisihan dengan kubu komunis. Pernyataan ini didasari pada kebijakan “pintu terbuka” yang menjadikan Amerika merupakan teman dari Republik China.

Persiapan perang dilakukan sebelum Desember 1941 oleh kedua pihak. Amerika merencanakan pertahanan dan pembalasan jika terjadi serangan. Jepang sendiri berfokus kepada penyerangan untuk melemahkan pertahanan lawan dalam satu pukulan pertama. Ancaman ofensif Jepang yang semakin hari semakin jelas tidak bisa dibiarkan saja oleh negara-negara sekutu. Jepang mengambil keuntungan dari serangannya kepada negara-negara yang termasuk ke dalam persemakmuran Inggris di kawasan Asia yang ketika itu semua sumber daya sekutu dialihkan untuk menghadapi kekuatan poros di Eropa. Belanda, saat itu hanya bisa menyumbangkan beberapa kapal tetapi hanya sejumlah kecil orang untuk pasukan pertahanan bersama.

Keterlibatan Marinir Amerika dalam mempertahankan kedaulatannya di wilayah Pasifik berawal dalam pertempuran di Pearl Harbour. Terhitung pada tanggal 7 Desember 1941, terdapat 4.500 Marinir yang ditempatkan di Pearl Harbor dan sekitarnya.

Di darat, selain Marine Aircraft Group 21 yang berlokasi di Ewa dan Barak Marinir, terdapat berbagai unit Marinir yang diantaranya Batalyon Insinyur 2d, Batalyon Dinas 2d, Batalyon Pertahanan 1 (eselon belakang), Batalyon Pertahanan 3d, Batalyon Pertahanan 4 Batalyon Pertahanan, dan elemen token dari Batalyon Pertahanan ke-6.

Lebih dari 800 perwira dan tamtama Marinir bertugas di atas kapal ketika serangan Jepang terjadi. Ada detasemen kapal Marinir di atas kapal USS Arizona, California, Helena, Honolulu, Maryland, Nevada, Oklahoma, Pennsylvania, Tennessee, Utah, dan Virginia Barat. Dalam menit pertama pertempuran, sebuah torpedo Jepang menghantam haluan pelabuhan USS Arizona.

Perwira senior Marinir, Mayor Alan Shapley, terlempar dari tiang depan setidaknya seratus kaki ke dalam air tetapi berhasil berenang ke Pulau Ford. Menyelamatkan dua rekan kapal dalam perjalanannya ke tempat yang aman, Mayor Shapley kemudian menerima Bintang Perak atas tindakannya.

Waaupun sempat tertegun oleh keagresifan serangan musuh, Marinir yang masih bertahan tetap menjaga pos mereka dan membalas serangan dengan menembakkan senjata antipesawat. Tindakan kepahlawanan individu sangat banyak pada pagi di bulan Desember itu; empat Marinir yang bertugas di atas kapal di "battleship row" menerima Navy Cross atas tindakan heroik dalam menyelamatkan sesama Marinir dan personel Angkatan Laut.

Terbentuknya Satuan Elite

Pendaratan pasukan amfibi Amerika, sumber : https://www.shutterstock.com/id/image-photo/landing-craft-supply-us-forces-on-249573598

Dalam keadaan perang yang tidak memungkinkan. Berbagai belah pihak yang berselisih selalu memperhitungkan berbagai macam kemungkinan untuk meraih kemenangan. Kunci dari kemenangan tersebut adalah pencegahan sedini mungkin atas ancaman dikemudian hari. Oleh karena itu, untuk mendukung upaya tersebut, dibentuklah satuan khusus untuk menjalankan operasi-operasi dibelakang garis pertahanan musuh.

Pada perang dunia kedua di front pasifik, satuan marinir Amerika membentuk pasukan elitnya yang bernama Marine Raiders. Pasukan ini merupakan sebuah unit elit yang didirikan oleh Korps Marinir Amerika Serikat selama Perang Dunia II dengan tugas pengintaian, penggerebekan, dan operasi khusus lainnya, terutama di belakang garis musuh. Pasukan ini terbentuk pada Januri 1942 berdasarkan pengalaman sukses British Commando dan pasukan gerilya di Tiongkok Utara.

Presiden Roosevelt menjadi tertarik pada pengembangan mitra Komando Inggris dalam beberapa operasi di Eropa dan Afrika Utara. Setelah adanya kesepahaman dengan korps marinir, Mayor Jenderal Thomas Holcomb menunjuk dua batalion terpisah dari Divisi Marinir Kelima Batalyon 1 untuk dilatih dalam operasi khusus, dengan salah satu batalion berada di bawah komando langsung Letnan Kolonel Evans F. Carlson, dan yang kedua di bawah Letnan Kolonel Merritt "Red Mike" Edson.

Awalnya pasukan ini akan dinamai dengan nama Marine Commando”namun hal ini berlebihan karena mengingat Marinir sudah dianggap sebagai unit elit di militer Amerika Serikat. Setelah diskusi panjang dengan Komandan Chester Nimitz, dipilihlah nama "Raiders".

Nama ini diusulkan atas keinginan Nimitz sangat menginginkan unit khusus yang dapat menyerang pulau-pulau yang dikuasai Jepang sebelum invasi besar terjadi.

Pasukan ini menjadi ujung tombak dalam peperangan gerilya terhadap musuh sebelum pendaratan amfibi besar-besaran dilakukan. Pasukan ini diterjunkan pertama kali pada kampanye Guadalcanal dan pada pertempuran di Pulau Makin.

Untuk menunjang kebutuhan perang, pasukan ini memiliki kekuatan empat battalion yang dikembangkan secara terpisah dengan keterlibatan penting di Guadalcanal dan Makin Atoll. Di antaranya yaitu battalion "Carlson's Raiders" dan "Edson's Raiders of the First dan Second Marines, masing-masing, adalah salah satu Batalyon Raider yang paling terkenal.

Pada kampanye Guadalcanal, batalion Raiders Edson ke-1, menyerang pulau Tulagi yang berada di seberang terusan dari pasukan pendaratan utama. Sepuluh hari kemudian pasukan 221 orang dari Batalyon Raider ke-2, dijuluki "Carlson's Raiders" berdasarkan nama komandannya yaitu Letkol Evans F. Carlson, mendarat dari dua kapal selam di Pulau Butaritari, Atol Makin. Penyerbuan tersebut menimbulkan kerusakan parah dan memaksa Jepang untuk mengalihkan pasukan dari memperkuat Guadalkanal.

Kemudian Letnan Kolonel Edson dan Raiders-nya, bersama dengan Batalyon Parasut 1 Korps Marinir, meninggalkan jejak mereka di kampanye Guadalkanal pada malam tanggal 13-14 September. Pertarungan jarak dekat yang intens dan ganas dikenal sebagai Pertempuran Edson's Ridge.

Keberhasilan dari pertempuran ini membuat Letkol Edson dianugerahi Medali Kehormatan atas tindakannya. Setelah pertempuran Edson, pasukan dalam Batalion Edson melakukan pembaharuan untuk dipersenjatai kembali untuk operasi yang akan datang. Pasukan dari Batalyon Raider 2 Letkol Carlson mendarat di pantai Guadalkanal yang terpencil dan melakukan operasi “Thirty Days Behind the Lines” yang terkenal dari tanggal 4 November hingga 4 Desember.


Comments