9 days ago
Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral (PKPPIM) Kemenkeu, Boby Wahyu Hernawan, mengungkapkan belanja untuk mitigasi perubahan iklim mencapai USD 21,6 miliar atau sekitar Rp 326 triliun per tahun (Rp 15.111). Hal ini tercantum dalam dokumen ketiga Biennial Update Report (BUR).
Dalam dokumen tersebut, kebutuhan pendanaan untuk aksi mitigasi selama periode 2018 hingga 2030 diperkirakan mencapai USD 281 miliar atau sekitar Rp 4.246 triliun. Dengan biaya per tahun USD 21,6 miliar.
Namun, Boby mengakui bahwa APBN baru dapat memenuhi sekitar USD 3 miliar per tahun atau hanya 14 persen dari total kebutuhan untuk aksi mitigasi.
“Kebutuhan dana untuk membiayai aksi mitigasi Indonesia selama periode 2018 sampai 2030 mencapai USDi 281 miliar atau sekitar 21,6 miliar USD per tahun. Namun, dari tahun 2018 hingga 2022, APBN baru dapat memenuhi kurang lebih USD 3 miliar per tahun atau hanya 14 persen dari total kebutuhan,” kata Boby dalam kumparan Green Initiative Conference 2024 di Hotel Borobudur Jakarta, Rabu (25/9).
Dia menekankan pentingnya diversifikasi sumber pendanaan di luar APBN, untuk mengatasi masalah ini. Menurutnya, perlu adanya inovasi pembiayaan yang fleksibel dan efektif untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
"Kita memerlukan instrumen pembiayaan yang fleksibel, inovatif, dan efektif. Pembiayaan tematik seperti sustainability link loans, blended finance, serta instrumen lain perlu dikembangkan,” ungkapnya.
Boby juga menyoroti peran strategis lembaga keuangan dalam membantu menyalurkan pembiayaan untuk sektor hijau dan ramah lingkungan. Ia menilai bahwa bank dan lembaga keuangan dapat menjadi agen perubahan dalam upaya mitigasi perubahan iklim.
“Bank serta lembaga keuangan dapat berperan sebagai agen perubahan dengan menyediakan pembiayaan untuk proyek ramah lingkungan. Selain itu, sektor keuangan juga harus berperan dalam meningkatkan literasi keuangan ekonomi hijau di masyarakat,” pungkasnya.