8 hours ago
Lampung Geh, Lampung Tengah - Enam individu kukang sumatra (Nycticebus coucang) hasil penyelamatan dari perdagangan ilegal dan serahan masyarakat resmi dilepasliarkan di kawasan KPHL Unit VII Way Waya, Lampung Tengah, Rabu (4/12).
Pelepasliaran ini merupakan hasil kolaborasi Balai Besar KSDA Jawa Barat, BKSDA Bengkulu, Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, serta Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (YIARI).
Empat kukang bernama Raia, Meti, Gendo, dan Tuti berasal dari wilayah Bogor dan Jakarta. Keempatnya telah menjalani proses rehabilitasi medis dan perilaku di Pusat Rehabilitasi YIARI di Bogor sebelum dinyatakan siap dilepasliarkan.
Sementara dua individu lainnya, Nopan dan Iwan, merupakan serahan masyarakat kepada Seksi KSDA Wilayah III Lampung di bawah pengelolaan BKSDA Bengkulu dan dirawat di Pusat Penyelamatan Satwa Lampung.
Kepala Balai Besar KSDA Jawa Barat Agus Arianto mengatakan, pelepasliaran ini merupakan bagian dari upaya perlindungan satwa dilindungi dari ancaman kepunahan.
“Translokasi dan pelepasliaran kukang sumatera ini adalah wujud nyata komitmen pemerintah dalam menyelamatkan satwa dilindungi. Keberhasilan kegiatan ini tidak lepas dari kerja sama lintas instansi serta peran lembaga rehabilitasi seperti YIARI,” ujar Agus.
Ia berharap kukang yang dilepasliarkan dapat beradaptasi dengan baik dan kembali menjalankan perannya dalam ekosistem.
Kepala Seksi KSDA Wilayah III Lampung Itno Itoyo menyampaikan, bahwa perhatian terhadap kukang sebagai satwa dilindungi harus terus diperkuat.
“Kukang memerlukan perhatian serius dari kita semua. Kami berharap pelepasliaran yang tepat dapat mendukung kelangsungan hidup spesies ini,” kata dia.
Sementara itu, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Lampung Y. Ruchyansyah menyebut, pelepasliaran kukang oleh YIARI sebagai bagian dari perjalanan panjang konservasi satwa di Lampung.
“Sejak 2006, YIARI telah aktif melaksanakan pelepasliaran kukang sumatra di kawasan hutan lindung. Pelepasliaran satwa menjadi simbol bahwa manusia tidak hanya memanfaatkan, tetapi juga melestarikan,” ujarnya.
Kepala UPTD KPH Way Waya Luluk Setyoko mengatakan, lokasi pelepasliaran telah melalui survei kesesuaian habitat.
“Kawasan Hutan Lindung Register 22 Way Waya memiliki tutupan vegetasi yang rapat, sumber pakan yang melimpah, serta potensi ancaman yang relatif rendah bagi kukang,” ujar dia.
Sebelum dilepasliarkan, keenam kukang ditranslokasi dari pusat rehabilitasi menuju lokasi pelepasliaran melalui jalur darat dan laut menggunakan kandang angkut khusus.
Selanjutnya, satwa menjalani masa habituasi selama sekitar satu minggu di dalam kandang habituasi di kawasan hutan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan barunya.
Pemilihan lokasi pelepasliaran juga mempertimbangkan kondisi sosial masyarakat sekitar.
Warga setempat tidak menganggap kukang sebagai hama maupun satwa peliharaan dan masih memegang kepercayaan bahwa kukang tidak boleh diganggu.
Sebelum pelepasliaran, YIARI bersama para pihak juga melakukan kegiatan penyadartahuan kepada siswa dan masyarakat terkait perlindungan kukang dan habitatnya.
Ketua Umum YIARI Silverius Oscar Unggul menyebut, pelepasliaran ini sebagai bagian dari pemulihan satwa korban perdagangan dan pemeliharaan ilegal.
“Setiap kukang yang kembali ke hutan adalah kemenangan bagi konservasi. Mereka kini mendapat kesempatan kedua untuk hidup sesuai peran ekologisnya,” ujar dia .
Kukang sumatra merupakan primata nokturnal yang berperan sebagai penyerbuk, pengendali serangga, dan penyebar biji.
Spesies ini berstatus terancam punah menurut IUCN dan masuk Appendix I CITES. Di Indonesia, kukang sumatra telah ditetapkan sebagai satwa dilindungi dan seluruh perdagangannya dilarang. (Cha/Put)