a day ago
Teras sebuah rumah kecil di Jalan Tangguk Bongkar VII, Medan, tampak penuh oleh tumpukan plastik dan kardus bekas. Atap rumah bocor saat hujan mengguyur hingga membuat udara di dalam ruangan terasa lembap. Di tempat sederhana inilah Monika Stevanovicht tumbuh bersama kedua saudaranya.
Ayah mereka yang telah berusia 97 tahun tidak lagi bisa bekerja. Sang ibu setiap hari mengumpulkan rongsokan dan biasanya baru pulang sekitar pukul 19.30 WIB dengan penghasilan yang tidak menentu.
“Engga nentu. Kalau seminggu sekali siap sortir dapatnya Rp 200.000. Kalau kali empat, berarti sekitar Rp 800.000 sebulan,” ujar Fajar, kakak Monika di rumahnya.
Meski begitu, Monika tetap semangat berangkat sekolah setiap paginya. Ia duduk di kelas II MIPA 3 SMA Negeri 18 Medan dan berusaha mengikuti pelajaran sebaik mungkin, meski urusan makan sering kali harus diabaikan.
“Sebelumnya saya engga pernah bawa bontot. Jarang banget lah makan bekal di sekolah,” kata Monika.
Hadirnya program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas oleh Presiden Prabowo membuat perubahan besar bagi Monika. Bukan soal menu yang beragam saja, tapi rasa lega karena keluarga tak perlu memikirkan bekal setiap hari.
“Harapan saya, programnya bisa lebih lama gitu. Supaya kami bisa makan makanan bergizi,” ujar Monika.
Sejak ada program ini, Monika bisa ikut makan bersama teman-temannya. Hal sepele bagi sebagian orang, tapi buat Monika, itu pengalaman baru.
“Sesudah MBG, saya jadi sering bisa makan di sekolah,” lanjutnya.
MBG Membuat Keluarga Monika Lebih Tenang
Fajar, yang kini kuliah di Universitas Dharma Agung dengan bantuan KIP, mengaku melihat perubahan nyata pada adiknya. Ia hampir setiap hari mengantar dan menjemput Monika untuk memastikan adiknya tetap sekolah, apa pun kondisi ekonomi di rumah.
Menurut Fajar, layanan makanan bergizi gratis tersebut membantu lebih dari yang terlihat. Asupan gizi seimbang yang didapat Monika di sekolah menutup kekurangan gizi yang sulit dipenuhi di rumah dan mengurangi sedikit beban biaya harian.
“Menurut saya MBG ini baik banget buat di sekolah. Soalnya gizi di rumah kan kurang terpenuhi karena kondisi ekonomi,” ujarnya.
Ia berharap program itu terus berlanjut. Baginya, layanan gizi gratis ini bukan cuma soal makanan, tapi tentang kesempatan adiknya bertahan di sekolah dalam kondisi tubuh yang lebih kuat.
“Uang jajan jadi berkurang, dan gizinya terpenuhi. Di MBG kan 4 sehat 5 sempurna, jadi engga diraguin lagi,” katanya.
Setiap pagi sebelum berangkat, Monika melewati rumah tanpa ruang tamu, langit-langit yang bocor, dan tumpukan barang bekas di depan rumah. Tapi langkahnya sekarang terasa lebih ringan. Ia tahu bahwa di sekolah, ada makanan bergizi yang menunggunya, hal sederhana yang bagi keluarganya berarti banyak.
Bagi keluarga kecil ini, layanan makan bergizi gratis menjadi penopang di tengah keterbatasan. Sedikit harapan bahwa masa depan Monika bisa lebih terang daripada rumah sempit yang mereka tinggali sekarang.