OTT KPK di Riau: Gubernur Abdul Wahid Diduga Sembunyi karena Curiga

05 Nov

Gubernur Riau Abdul Wahid (tengah) mengenakan rompi oranye khas tahanan KPK usai ditetapkan sebagai tersangka korupsi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (5/11/2025). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan

KPK menduga Gubernur Riau, Abdul Wahid, curiga adanya operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar di Provinsi Riau pada Senin (3/11) lalu. Kecurigaan itu yang diduga membuat Abdul Wahid sembunyi.

Adapun Abdul Wahid merupakan salah satu pihak yang menjadi target KPK dalam operasi senyap itu.

Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan pada saat peristiwa OTT, tim KPK di lapangan terlebih dahulu menangkap para Kepala UPT Wilayah I-VI Dinas PUPR PKPP Riau.

Adapun para Kepala UPT tersebut merupakan pihak yang diduga bakal menyerahkan uang yang telah dikumpulkan kepada Abdul Wahid. Uang itu merupakan bagian dari 'jatah preman' untuk Abdul Wahid atas penambahan anggaran di Dinas PUPR Riau.

"Nah, memang yang tim melakukan penangkapan itu adalah Kepala UPT yang awal, yang membawa uang itu dulu yang kita tangkap," ujar Asep dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (5/11).

Menurut Asep, pihaknya menduga para Kepala UPT itu telah membuat janji bertemu dengan Abdul Wahid. Lantaran para Kepala UPT itu tak kunjung datang, lanjut dia, Abdul Wahid diduga mencurigai adanya peristiwa OTT KPK.

"Kami menduga bahwa memang sudah janjian, sudah janjian. Kemudian, 'loh kok janjian jam segini, kok enggak datang, enggak ada'," ucap Asep.

"Kemungkinan dia [Abdul Wahid] sudah mulai curiga dengan itu akhirnya karena tim juga datang ke lokasi," imbuhnya.

Gubernur Riau Abdul Wahid (tengah) mengenakan rompi oranye khas tahanan KPK usai ditetapkan sebagai tersangka korupsi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (5/11/2025). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak juga menyebut bahwa Abdul Wahid sempat bersembunyi saat pelaksanaan operasi senyap tersebut.

Tanak menerangkan bahwa meski bersembunyi dari pengejaran penyidik, Abdul Wahid akhirnya berhasil ditangkap di sebuah kafe di Pekanbaru.

"Tim KPK selanjutnya bergerak mencari Saudara AW [Abdul Wahid] yang diduga bersembunyi. Bahwa kemudian tim KPK berhasil mengamankan Saudara AW di salah satu kafe di Riau," tutur Tanak.

Bersamaan dengan itu, kata Tanak, KPK juga berhasil menangkap Tata Maulana selaku orang kepercayaan Abdul Wahid.

"Tim KPK juga mengamankan Saudara TM [Tata Maulana] selaku orang kepercayaan Gubernur Riau di sekitar lokasi," ungkap dia.

KPK menunjukan sejumlah tumpukan barang bukti dari hasil operasi tangkap tangan (OTT) Gubernur Riau Abdul Wahid di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (5/11/2025). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan

Adapun penangkapan terhadap Abdul Wahid itu terkait dengan kasus dugaan pemerasan yang terungkap dalam operasi senyap KPK di Provinsi Riau.

Abdul Wahid melalui orang kepercayaannya diduga meminta 'jatah preman' kepada para pejabat di Dinas PUPR Riau atas penambahan anggaran 2025.

Tanak menyebut bahwa awalnya penyidik memperoleh informasi adanya pertemuan di salah satu kafe di Pekanbaru pada Mei 2025.

Pertemuan itu terjadi antara Ferry Yunanda selaku Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPR PKPP) Provinsi Riau bersama enam Kepala UPT Wilayah I-VI Dinas PUPR PKPP Riau.

"Untuk membahas kesanggupan pemberian fee yang akan diberikan kepada Saudara AW [Abdul Wahid] selaku Gubernur Riau, yakni sebesar 2,5 persen," ucap Tanak.

"Fee tersebut atas penambahan anggaran 2025 yang dialokasikan pada UPT Jalan dan Jembatan Wilayah I-VI Dinas PUPR PKPP yang semula Rp 71,6 miliar menjadi Rp 177,4 miliar atau terjadi kenaikan Rp 106 miliar," jelas dia.

Selanjutnya, kata Tanak, Ferry menyampaikan hasil pertemuan tersebut kepada M. Arief Setiawan selaku Kepala Dinas PUPR PKPP Provinsi Riau.

Saat itu, Arief yang juga merepresentasikan Abdul Wahid, meminta fee tersebut dinaikkan menjadi 5 persen. Para pejabat di Dinas PUPR Riau kemudian diwajibkan untuk menuruti perintah untuk menyetorkan uang.

Tanak menjelaskan, muncul ancaman pencopotan hingga mutasi dari jabatan bagi yang tidak mematuhi perintah tersebut.

"Saudara MAS [M. Arief Setiawan] yang merepresentasikan Saudara AW, meminta fee sebesar 5 persen atau Rp 7 miliar," ungkap Tanak.

"Bagi yang tidak menuruti perintah tersebut, diancam dengan pencopotan ataupun mutasi dari jabatannya. Di kalangan Dinas PUPR PKPP Riau, permintaan ini dikenal dengan istilah 'jatah preman'," sambungnya.

Atas permintaan itu, seluruh Kepala UPT Wilayah Dinas PUPR PKPP beserta Sekretaris Dinas PUPR PKPP Riau bertemu lagi lalu menyepakati pemberian fee 5 persen.

Realisasi pemberian fee itu pun terjadi sebanyak tiga kali dengan total uang Rp 4,05 miliar sudah diberikan kepada Abdul Wahid dkk. Dalam pemberian terakhir pada November 2025, KPK kemudian membongkarnya.

Pada 3 November 2025, Abdul Wahid bersama Kepala UPT Wilayah Dinas PUPR, Kadis PUPR, Sekdis PUPR, dan orang kepercayaannya diamankan dalam OTT KPK.

Selain itu, Tenaga Ahli Gubernur, Dani M. Nursalam, yang sebelumnya dilakukan pencarian oleh tim KPK, datang menyerahkan diri ke Gedung KPK pada keesokan harinya.

Para pihak yang diamankan kemudian dilakukan pemeriksaan secara intensif. Usai pemeriksaan secara intensif, tiga orang kemudian dijerat sebagai tersangka, yakni:

  • Abdul Wahid selaku Gubernur Riau;
  • M. Arief Setiawan selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Penataan Ruang, Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan (PUPR PKPP) Provinsi Riau; dan
  • Dani M. Nursalam selaku Tenaga Ahli Gubernur Provinsi Riau.

Dalam OTT itu, KPK juga mengamankan barang bukti uang senilai Rp 1,6 miliar dalam bentuk pecahan rupiah, dolar AS, dan poundsterling.

Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 12e dan atau pasal 12f dan atau pasal 12B UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ketiga tersangka pun sudah ditahan.

Abdul Wahid, Arief, dan Dani belum berkomentar mengenai kasus yang menjeratnya tersebut.


Comments