4 days ago
Presiden China Xi Jinping membuka KTT Shanghai Cooperation Organisation (SCO) yang tahun ini digelar di Tianjin, China. China dan Rusia sering menyebut SCO sebagai alternatif dari aliansi militer NATO.
Lalu, apa benar SCO, bentukan China, merupakan alternatif dari NATO? Untuk mengetahui hal ini, perlu mempelajari sejarah SCO.
Dikutip dari Al Jazeera, Senin (1/9), SCO dibentuk pada 1996 dan awalnya merupakan blok keamanan dan dikenal sebagai 'Shanghai Five'.
Dikenal sebagai 'Shanghai Five' karena saat itu anggotanya adalah China, Rusia, Kazakhstan, Kirgistan, dan Tajikistan. Forum ini awalnya dibentuk untuk menyelesaikan masalah perbatasan setelah berakhirnya Perang Dunia dan runtuhnya Uni Soviet.
Pada Juni 2001, forum ini diperluas dengan menerima lebih banyak anggota yaitu Uzbekistan, India, Pakista, Iran, dan Belarusia. Tak hanya itu, ada pula 14 mitra dialog utama seperti Arab Saudi, Mesir, Turki, Myanmar, Sri Lanka, hingga Kamboja.
Meski demikian, visi dan identitas SCO dinilai masih belum jelas. Hal ini diungkapkan profesor di Departemen Politik dan Administrasi Publik Universitas Hong Kong, Aljendro Reyes.
Reyes mengatakan, sebagian besar organisasi multilateral yang dibentuk pasca-Perang Dunia II dipimpin oleh AS, termasuk PBB, Bank Dunia, hingga Dana Moneter Internasional (IMF). Namun di akhir Perang Dingin dan munculnya negara-negara besar ekonomi seperti China, India, Brasil, dan Afrika Selatan yang menyebabkan diversifikasi.
"Boleh dibilang multilateralisme, yang mengakibatkan terbentuknya organisasi seperti BRICS yang berusaha menyuarakan suara negara-negara berkembang. Jadi, SCO juga merupakan salah satu organisasi multilateralisme baru," katanya.
Reyes juga mengatakan, meski SCO muncul dengan fokus keamanan regional, perkuasan mandat lainnya juga fokus pada perdagangan dan isu-isu Global South lainnya.
"Yang berarti sulit untuk memahami apa yang membedakan SCO dengan organisasi seperti BRICS," kata Reyes.
Sementara ketua Program Studio Indo Pasifik di Takshashila Institution di Banglore, India, Manoj Kewalramani, juga sepakat bahwa SCO adalah organisasi yang masih mencari identitas.
"Saat ini, identitas yang tampaknya mereka garap adalah seputar konsep keamanan yang tidak terpisahkan, yang berarti keamanan untuk satu pihak tidak dapat mengorbankan pihak lainnya," kata Kewalramani.
Dia menggarisbawahi bahwa artikulasi SCO tentang keamanan yang tak terpisahkan sangat bertolak belakang dengan visi NATO.
"Visi NATO adalah keamanan kolektif berbasis blok. Visi SCO adalah bahwa kepentingan semua pihak harus diperhitungkan saat menanggapi isu-isu global," tuturnya.
"Visi SCO juga merupakan argumen bagi AS, yang mengatakan, 'Anda adalah kekuatan besar. Kami adalah kekuatan global yang besar. Anda harus menghormati kepentingan kami, setidaknya di wilayah pinggiran kami'. Jadi, ini adalah argumen tentang lingkup pengaruh," lanjutnya lagi.
Terkait soal kerja sama militer, Xi Jinping menyinggung hal ini saat membuka KTT SCO. Dalam pidatonya, Xi mengatakan negara anggota SCO telah mencapai pencapaian yang bersejarah dalam pengembangan dan kerja sama organisasi.
"Kami adalah yang pertama membangun mekanisme pembangunan kepercayaan militer di wilayah perbatasan kami, mengubah perbatasan kami yang luas menjadi ikatan persahabatan, rasa saling percaya, dan kerja sama," kata Xi, dikutip dari China Daily.
Xi juga mengatakan, SCO adalah forum yang pertama mengambil tindakan multilateral melawan tiga kekuatan: terorisme, separatisme, dan ekstremisme. Tak hanya itu, Xi juga menyebut SCO adalah yang pertama yang meluncurkan kerja sama Belt and Road.
"Kami yang pertama menandatangani perjanjian tentang hubungan bertetangga baik jangka panjang, persahabatan dan kerja sama, yang menyatakan komitmen kami untuk menjalin persahabatan yang langgeng dan menghindari permusuhan," tuturnya.
Lebih lanjut, Xi mengatakan SCO yang pertama mengemukakan visi tata kelola global yang menampilkan konsultasi ekstensif dan kontribusi bersama untuk manfaat bersama sebagai upaya mempraktikkan multilateralisme yang sesungguhnya.