Di Sini, Waktu Tidak Terburu-Buru

7 hours ago

Foto: Luthfi Alfarizi. Ilustrasi Unsplash.com

Tak terpikir ada berapa orang yang akan singgah membaca tulisan ini, bukan hanya pujian berlebihan melainkan sebuah tempat, tentu tidak begitu dikenal anak yang tinggal di metropolitan. Ya sudahlah, biar saja.

Pikiran orang memang bukan sesuatu yang bisa kita atur. Tulisan ini bukan untuk sekadar membujuk siapa pun agar jatuh cinta dari daerah ini, lebih dari itu tentu untuk diri saya sendiri. Atau mungkin saja tempat untuk kamu mencari tempat untuk singgah.

Hampir lima tahun lamanya. Waktu hujan malam ini kita disadarkan bahwa dunia terlalu bising, alarm pagi untuk berkuliah, deadline tugas, organisasi, kepala penuh target dan tenggat waktu. Di ingatan beberapa tahun itu, daerah ini seperti jeda.

Adem, entah karena udara pagi segar, siang panas, dan malam kembali hujan. Atau karena memang orang-orang di sini tidak tergesa seperti hiruk-pikuk kota.

Berbeda seperti di kota lima tahun lalu. Rasanya seperti memang zaman yang hampir semua orang mengejar sesuatu. Namun di sini, masih ada tempat saat sore masih hangat, toko kelontong tutup saat azan berkumandang, sapaan masih terdengar lebih sering. Ini sederhana, tapi menenangkan.

Rumah ini direnovasi pasca saya beranjak Sekolah Menengah Pertama. Teras dirumah kayu masih jadi ingatan duduk di sini, hingga sofa kelihatan megah dan meja terkemas taplak rapih-ditemani teh pagi. Tak banyak kendaraan berderu, hanya suara angin dan ayam berkokok tiap pagi.

Tiap-tiap inilah saya merasa menemukan ruang berimajinasi, dari hati yang selama ini padat. Kemudian di sinilah saya tuangkan.

Ketenangan ini sering kita kira harus dicari jauh, atau dibeli. Padahal ketenangan ini datang dari tempat yang sedari kecil imajinasi itu tergerak oleh kita. Daerah adem itu, tak peduli seberapa lama kamu di luar, di umur berapa, kerja di mana. Melainkan hanya peduli dengan ingatan reflektif.

Saya jadi paham, mungkin yang kita butuhkan bukan sekadar liburan atau hiburan, tetapi sebuah tempat yang membuat kita merasa diterima apa adanya. Tempat yang memberi jeda, agar kita bisa berhenti sejenak dan mengingat bahwa hidup tidak harus selalu cepat.

Jadi, kalau kamu sedang merasa riuh oleh dunia, mungkin bukan mimpimu yang perlu diubah, tapi temukan dulu tempat ademmu sendiri. Tidak harus selalu gunung atau desa, bisa saja taman di dekat rumah atau bahkan sudut kamar yang kau rapikan untuk dirimu sendiri.

Karena ternyata, dunia ini tidak sekeras yang kita kira selama masih ada sudut yang bisa membuat kita menarik napas panjang dan berkata, “Ah… adem.”


Comments