Dicecar DPR soal Tapera Beban Pekerja, Menkeu Jawab Besarnya Anggaran Rumah MBR

11 Jun

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menghadiri Rapat Koordinasi Khusus Komwas (Komisi Pengawas) SKK Migas dengan Menteri ESDM Pak Arifin Tasrif. Foto: Dok. Instagram@smindrawati

Menteri Keuangan Sri Mulyani dicecar soal kebijakan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang dinilai menambah beban baru pekerja. Anggota Komisi IV DPR dari Fraksi PDIP, Casytha Kathmandu, menilai program ini tidak selaras dengan tujuan pemerintah mengejar Indonesia Emas 2045.

Casytha yang merupakan anak Politisi PDIP Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul mengatakan Tapera juga akan menjadi beban bagi perusahaan atau pemberi kerja. Apalagi sebelumnya ada relaksasi kebijakan impor di dalam Permendag 8 nomor 2024 yang menyebabkan tutupnya industri tekstil di sana dan berimbas pada PHK massal.

Dalam Tapera, gaji pekerja akan dipotong 2,5 persen dan perusahaan 0,5 persen. Total 3 persen yang harus dibayarkan ke negara.

"Artinya cost bagi bahan baku bertambah karena biaya operasional tambah, belum lagi aturan halal," kata Casytha dalam Rapat Kerja Komite IV DPD RI bersama Menteri Keuangan, Menteri PPN/Bappenas, dan Gubernur BI, Selasa (11/6).

"Jadi gambaran besar langkah pemerintah untuk mencapai masyarakat madani visi Indonesia Emas bagaimana antara gambaran besar yang dipaparkan, dan aturan di lapangan ini langit dan bumi," tambahnya.

Casytha Arriwi Kathmandu. Foto: Instagram/@casythadutajateng

Gempuran beban perusahaan tersebut membuat ratusan PHK pekerja. Dia mencatat di Karanganyar ada 1.500 pekerja kena PHK, di Semarang ada 8.000 pekerja PHK, dan di Pekalongan sudah ada 700 pekerja kena PHK.

"Di lapangan kecil-kecil aturan indah sekali, jadi saya mau bertanya gambarannya mau bagaimana ke depan mencapai visi Indonesia Emas yang dipaparkan Pak Suharso maupun Ibu Sri Mulyani," kata Casytha.

Sri Mulyani Beberkan Besarnya Anggaran untuk Rumah MBR

Menjawab kritik tersebut, Sri Mulyani mengatakan sebelum ada Tapera, pemerintah sudah menggelontorkan dana untuk membantu masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) punya rumah. 2015 APBN menggelontorkan Rp 13,3 triliun untuk pembangunan rumah susun, Rp 5,1 triliun untuk fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP), hingga subsidi bantuan uang muka Rp 220 miliar.

Belanja APBN untuk sektor perumahan bagi MBR ini terus naik. Tahun 2016 mencapai Rp 15,52 triliun, 2017 sebesar Rp 18 triliun, tahun 2019 sebesar 18,81 triliun. Tahun 2020 ketika diterpa COVID-19, belanja APBN untuk sektor ini bahkan meningkat jadi 24,19 triliun, kemudian menjadi Rp 28,95 triliun tahun 2021, Rp 34,15 triliun di 2022, Rp 31,88 triliun di 2023, dan tahun 2024 ini dialokasikan mencapai Rp 28,25 triliun.

Pedagang melintas di dekat rumah yang kondisinya tidak terawat di perumahan subsidi Villa Kencana Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Rabu (5/6/2024). Foto: Rivan Awal Lingga/ANTARA FOTO

"Jadi total kehadiran APBN untuk membantu sektor perumahan terutama MBR dari 2015 hingga 2024 sudah Rp 228,9 triliun," kata Sri Mulyani.

"Sangat besar kalaupun dibandingkan dengan 3 persen, seperti yang disampaikan Bu Casytha menurut estimasi mereka akan mengumpulkan sampai Rp 50 triliun sampai 10 tahun yang akan datang apabila dilaksanakan," kata Sri Mulyani.

Sri Mulyani menegaskan APBN sebenarnya sudah hadir untuk membantu masyarakat MBR memiliki rumah. Dia juga menegaskan, dana yang terhimpun untuk Tapera itu tidak akan hilang.

"Seperti yang FLPP sendiri, itu mencapai Rp 105 triliun, itu masih akan terus bergulir. Kalau masyarakat bisa mencicil 18 tahun, bisa menjadi lebih pendek, karena mereka pendapatan naik maka pendapatan bisa bergulir untuk MBR yang lain," pungkasnya.

View post on Instagram
 

Comments