Gubernur Sumsel Ingatkan Kesiapsiagakan di Puncak Musim Hujan

2 hours ago

Gubernur Sumsel Herman Deru sesuai memimpin Apel dan Simulasi Gladi Kesiapsiagaan Bencana Banjir Sumsel di Lapangan AURI Banding Agung, OKU Selatan, Jumat (14/11/2025). Foto : Dok Humas Pemprov Sumsel

Pemprov Sumsel mulai mengalihkan fokus dari ancaman kebakaran hutan dan lahan menuju persoalan baru yang muncul saat musim hujan. Setelah bulan-bulan panjang disibukkan dengan upaya pencegahan karhutla, kini perhatian tertuju pada meningkatnya risiko bencana hidrometeorologi.

Gubernur Sumsel Herman Deru menegaskan bahwa perubahan cuaca ekstrem menuntut kesiapan seluruh lapisan masyarakat dan pemda. Menurutnya, curah hujan yang makin tinggi dalam beberapa pekan terakhir harus dijawab dengan langkah mitigasi yang lebih matang, terutama di kawasan padat penduduk.

“Musim kemarau kemarin kita berjaga dari api. Sekarang kita menghadapi tantangan berbeda: air. Banjir adalah ancaman yang nyata jika kita tidak memaksimalkan kesiapsiagaan,” ujar Herman Deru, Sabtu (15/11/2025).

Tidak hanya wilayah perbukitan yang rentan longsor, kawasan perkotaan di Sumsel dinilai memiliki kerentanan tersendiri. Sistem drainase yang belum optimal membuat genangan bisa berubah menjadi banjir dalam waktu singkat saat hujan ekstrem.

Kepala Pelaksana BPBD Sumsel, M Iqbal Alisyahbana, menyebutkan pihaknya telah melakukan pengecekan personel serta peralatan sebagai langkah antisipasi cepat. Namun, ia mengakui bahwa penanganan banjir di perkotaan membutuhkan intervensi lebih jauh.

“Jumlah personel bukan masalah, tapi kesiapan infrastruktur itu yang menentukan kecepatan respon. Di kota-kota besar, drainase yang tersumbat menjadi salah satu hambatan utama,” ungkapnya.

Peringatan serupa datang dari BMKG Stasiun Klimatologi Sumsel. Kepala BMKG Wandayantolis menyebut puncak hujan diperkirakan berlangsung pada Desember 2025 hingga Januari 2026, dengan intensitas di atas normal.

Ia menegaskan bahwa hampir seluruh wilayah Sumsel akan terdampak. Kawasan perbukitan berisiko longsor, sedangkan daerah yang berdekatan dengan sungai harus mewaspadai banjir bandang.

“Yang perlu dipastikan adalah kesiapan tata ruang, terutama di titik-titik rawan. Pemerintah daerah harus memperkuat area tebing dan memastikan kapasitas drainase kota mampu menampung debit air hujan,” kata Wandayantolis.

Para ahli menilai bahwa pola hujan ekstrem yang semakin tidak menentu menjadi tanda bahwa mitigasi bencana tidak boleh hanya bersifat himbauan. Pemerintah daerah dituntut mempercepat normalisasi sungai, membersihkan gorong-gorong, memperbaiki drainase, hingga menyiapkan lokasi evakuasi darurat.

Herman Deru pun mendorong kabupaten dan kota melakukan simulasi bencana agar masyarakat memahami langkah yang harus diambil saat kondisi darurat terjadi.

“Kita tidak ingin hanya bereaksi ketika bencana datang. Latihan dan sosialisasi harus dilakukan secara rutin,” tegasnya.


Comments