Hakim soal Sahroni Kembalikan Rp 860 Juta Bantuan SYL: Karena Tahu Salah, Kan

05 Jun

Bendahara Umum Partai NasDem Ahmad Sahroni tiba di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (5/6/2024). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan

Bendahara Umum NasDem Ahmad Sahroni mengembalikan uang Rp 860 juta ke KPK. Uang diduga terkait kasus yang menjerat kader NasDem yang juga mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL).

Pengembalian uang itu yang kemudian menjadi salah satu bahan pertanyaan Hakim kepada Sahroni. Sahroni dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa SYL dkk di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (5/6).

Dalam sidang, Hakim sempat mengkonfirmasi soal uang Rp 850 juta untuk keperluan penyerahan formulir Bacaleg NasDem ke Gedung KPU. SYL adalah Ketua Panitia kegiatan tersebut.

Hakim mengkonfirmasi keterangan mengenai uang itu yang sempat disampaikan oleh Joice Triatman. Joice merupakan Wakil Bendahara Umum NasDem sekaligus tergabung dalam panitia tersebut bersama SYL.

Hakim kemudian menyebut bahwa berdasarkan keterangan Joice, dana yang dibutuhkan mencapai Rp 1 miliar. Hakim melanjutkan, atas laporan Joice mengenai dana itu, SYL kemudian memintanya berkoordinasi dengan Kasdi Subagyono selaku Sekjen Kementerian Pertanian.

Belakangan, uang yang diserahkan kemudian sebesar Rp 850 juta. Joice kemudian mengambil Rp 50 juta di antaranya. Sehingga dana untuk pendaftaran bacaleg menjadi Rp 800 juta.

Namun, Sahroni mengaku tidak tahu mengenai uang itu. Ia hanya mengaku mengembalikan uang Rp 860 juta ke KPK. Meski, tidak tahu dana Rp 820 juta yang dikembalikan itu terkait kegiatan apa. Sahroni hanya menyinggung bahwa Rp 60 juta yang dikembalikan merupakan sumbangan SYL untuk bantuan bencana alam.

Menurut Sahroni, ia mengembalikan uang atas laporan dari stafnya bernama Lena sekaligus saran penyidik.

"Jadi yang dilaporkan Lena kepada saya setelah diperiksa oleh KPK, itu nilainya Rp 820 juta, ditambah Rp 40 juta yang ditransfer ke rekening fraksi Partai Nasdem, sumbangan bencana alam," kata Sahroni.

Uang dikembalikan secara tunai oleh Sahroni kepada KPK. Ada tanda terimanya menurut dia.

"Kenapa dikembalikan? Kenapa Saudara harus kembalikan? Kan berani aja, 'ini kan jelas uang resmi, ini bukan uang anu, uang legal, bukan ilegal uang ini'. Kenapa harus dikembalikan?" tanya Hakim.

"Jadi karena kami tahu dari pemberitaan uang tersebut adalah uang dari hasil yang tidak tepat, maka secara moral sebagai Bendahara Umum setelah mendapat laporan dari Bu Lena, saya langsung hari itu juga mengembalikan uang tersebut," papar Sahroni.

Hal itu yang kemudian mengundang pernyataan dari Hakim. Hakim menasihati Sahroni mengenai konflik jabatan.

"Sebetulnya kan dari awal Saudara harus sudah berpikir, dari awal, bahwa ini kan ketua panitianya Menteri Pertanian, jelas itu kan. Saudara sarjana di komisi III, Beliau ini ketua panitia, menteri melekat itu, walaupun anggota partai," kata Hakim.

"Tapi kan melekat pribadi dia sebagai menteri, iya kan, dia sudah kemudian diberi tugas untuk menjadi panitia, ada anggaran lagi, kan gitu. Pasti uang yang digunakan itu ndak mungkin uang pribadinya, pasti ada terserempet di anggaran kementerian, jelas. Saudara harus sudah berpikir jauh, bukan nanti berpikir setelah kejadian. Kalau ini ndak terungkap, apakah Saudara akan mengembalikan? Kan ndak mungkin. Karena terungkap, Saudara kembalikan, kan gitu," imbuh hakim.

Sahroni mengangguk mendengar perkataan hakim tersebut.

"Dan sudah dimanfaatkan uang ini. Masalahnya itu, sudah digunakan untuk kepentingan partai, ya kan. Harus tahu, harus sadar itu, ya," kata hakim.

"Iya, Yang Mulia," jawab Sahroni.

"Kalau yang diberikan adalah uang pribadinya Pak Menteri ndak masalah, Pak, karena dia anggota partai, ndak masalah, 'ini uang pribadi saya, saya kasih', ndak masalah. Pasti penyidik KPK ndak akan suruh Saudara untuk mengembalikan. Dan Saudara saya yakin ndak akan mengembalikan, karena jelas ini uang pribadi, bukan uang dari kementerian. Buktinya Saudara kembalikan, karena Saudara tahu ini salah, kan gitu. Orang mengembalikan berarti tahu, oh ini salah ini, saya kembalikan, kan gitu, Pak," ujar Hakim.

"Siap, Yang Mulia," jawab Sahroni.

Dalam kasusnya, SYL didakwa menerima pungli dan gratifikasi di lingkungan Kementan. Uang dikumpulkan SYL melalui orang kepercayaannya, yakni Kasdi Subagyono dan Muhammad Hatta.

Uang dikumpulkan dari lingkup eselon I, para Dirjen, Kepala Badan, hingga sekretaris masing-masing eselon I. Nilainya hingga Rp 44,5 miliar.

Hasil rasuah itu lalu diduga digunakan untuk keperluan pribadi. Antara lain untuk pembayaran cicilan kartu kredit dan cicilan pembelian mobil Alphard milik SYL.


Comments