Profil Suhartoyo Ketua MK Pengganti Anwar Usman: Penolak 'Perkara 90'

09 Nov 2023

Suhartoyo (tengah) diapit para hakim MK, Kamis (9/11/2023). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan

Hakim Konstitusi Suhartoyo terpilih sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) yang baru menggantikan sosok Anwar Usman yang terbukti melanggar etik berat. Suhartoyo akan didampingi oleh Saldi Isra selaku Wakil Ketua MK.

"Menyepakati bahwa Ketua MK terpilih adalah Suhartoyo dan Insyaallah hari Senin akan mengucapkan sumpah di ruangan ini," kata Wakil Ketua MK Saldi Isra, Kamis (9/11).

Siapa Suhartoyo?

Dikutip dari laman MK, Suhartoyo merupakan kelahiran 15 November 1959 di Sleman. Dia merupakan lulusan S1 Universitas Islam Indonesia (1983); S2 Universitas Taruma Negara (2003); S3 Universitas Jayabaya (2014).

Suhartoyo menikah dengan Sustyowati dan dikaruniai tiga orang anak yakni Dhesga Selano Margen; Sondra Mukti Lambang Linuwih; dan Jeshika Febi Kusumawati.

Suhartoyo berkarier sebagai Hakim Tinggi Denpasar sebelum akhirnya terpilih sebagai hakim MK menggantikan Ahmad Fadlil Sumadi yang masa jabatannya habis pada 7 Januari 2015 lalu. Pada 17 Januari 2015, dia disumpah di hadapan presiden.

Karier Suhartoyo: Pernah Jadi Ketua PN Jaksel

Suhartoyo, Rabu (8/1/2020). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
  • Pada 1986, ia pertama kali bertugas sebagai calon hakim di Pengadilan Negeri Bandar Lampung.
  • Hakim PN Curup (1989);
  • Hakim PN Metro (1995);
  • Wakil Ketua PN Kotabumi (1999)
  • Hakim PN Tangerang (2001);
  • Ketua PN Praya (2004);
  • Hakim PN Bekasi (2006);
  • Wakil Ketua PN Pontianak (2009);
  • Ketua PN Pontianak (2010);
  • Wakil Ketua PN Jakarta Timur (2011);
  • Ketua PN Jakarta Selatan (2011);
  • Hakim Pengadilan Tinggi Denpasar;
  • Hakim Konstitusi.

Saat baru menjabat hakim konstitusi, Suhartoyo mengaku MK merupakan tempat yang berbeda dibandingkan dengan pengadilan sebelumnya ia bertugas. Kewenangan yang berbeda dimiliki oleh MK dan MA membuatnya belajar banyak.

Dia mengatakan, jika di MA, sifat putusannya hanya terkait untuk yang mengajukan permohonan, maka di MK, putusannya mengikat untuk seluruh warga negaranya. Ia mengaku cepat belajar dan mudah menyesuaikan diri di lingkungan MK.

“Saya menemukan perbedaan dari sisi naskah putusan, di sini bahasanya lebih halus dibanding di MA yang penggunaan bahasanya cukup tajam. Sedangkan soal proses persidangan, saya merasa tidak ada masalah,” katanya di laman MK.

Perbedaan kewenangan yang dimiliki MK dan MA membuatnya harus beradaptasi sebagai hakim konstitusi. Tetapi kerja sama dari hakim konstitusi lainnya, membuatnya tidak merasa sulit beradaptasi dengan tugas barunya. “Hakim (konstitusi) lainnya membantu saya dan saya banyak belajar dari mereka,” ujarnya.

Suhartoyo Menolak Perkara 90

Suhartoyo dan Anwar Usman dalam sidang Pengujian Materiil UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Foto: Sigid Kurniawan/Antara Foto

Saat memutus perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang pengubahan syarat capres-cawapres, Suhartoyo menolak gugatan tersebut. Ia menolak bersama dengan Wahiduddin Adams, Saldi Isra, dan Arief Hidayat.

Sementara lima hakim yang mengabulkan adalah: Anwar Usman, Manahan Sitompul, Guntur Hamzah, Enny Nurbaningsih, dan Daniel Yusmic.

Vonis MK ini berujung kritik publik karena sosok Anwar Usman dinilai konflik kepentingan. Sebab, dengan putusan tersebut, keponakannya Gibran Rakabuming Raka bisa maju sebagai cawapres di Pilpres 2024.

Belakangan, vonis tersebut dilaporkan secara etik. Hasilnya, sembilan hakim konstitusi dinyatakan bersalah melanggar etik ringan. Sementara untuk Anwar Usman, dia dihukum etik berat dan dicopot dari jabatannya sebagai Ketua MK.

Saldi Isra (kiri), Suhartoyo (tengah) di Gedung MK, Kamis (9/11/2023). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan

Comments