Teknologi Menjanjikan Selamatkan Bumi, Tapi Regulasi Masih Tertidur

8 hours ago

Ilustrasi Perubahan iklim - membandingkan dunia hijau yang indah dengan kerusakan yang dibawa oleh perubahan iklim. Foto: iStock

“Teknologi dijanjikan bisa menyelamatkan bumi, tapi siapa yang mengatur risikonya?”

Pertanyaan ini muncul di tengah laju inovasi teknologi iklim yang semakin tak terbendung. Dari kecerdasan buatan untuk memprediksi cuaca ekstrem hingga rekayasa iklim seperti penyemprotan aerosol ke stratosfer, semua dipromosikan sebagai jawaban atas krisis iklim. Namun, di balik kemajuan itu, regulasi yang seharusnya mengawasi justru tertinggal jauh.

UNESCO mencatat, teknologi-teknologi seperti algoritma prediksi bencana, pasar karbon berbasis blockchain, hingga prototipe geoengineering sudah mulai diuji di berbagai negara. Manfaatnya nyata: peringatan dini lebih cepat, pengelolaan emisi lebih efisien, dan data mitigasi makin presisi.

Tapi tanpa kerangka hukum yang jelas, risiko sosial ikut membayangi. Data bisa bias, komunitas rentan dapat terdampak paling parah, dan proses pengambilan keputusan kerap dilakukan secara top-down tanpa melibatkan masyarakat.

“Krisis iklim menuntut tindakan cepat, tapi regulasi justru tertinggal,” ujar salah satu peneliti UNESCO. Fenomena ini dikenal sebagai policy vacuum ketika inovasi bergerak lebih cepat daripada hukum yang mengaturnya. Akibatnya, solusi dasar seperti pengurangan konsumsi energi, adaptasi lokal, atau mitigasi berbasis komunitas justru sering terabaikan.

Ada beberapa penyebab mengapa kebijakan berjalan lamban:

  • Inovasi berkembang lebih cepat dari proses politik.
  • Dampak teknologi jangka panjang belum jelas.
  • Koordinasi internasional lemah.
  • Partisipasi publik masih minim dalam proses perancangan teknologi.

Para pakar mendorong lahirnya regulasi proaktif, keterlibatan masyarakat sejak awal, transparansi algoritma, serta penguatan kerja sama global. Teknologi iklim, kata mereka, seharusnya melengkapi, bukan menggantikan, upaya pengurangan emisi dan adaptasi lokal yang selama ini jadi fondasi mitigasi.

Krisis iklim membutuhkan langkah nyata dan terukur. Teknologi memang menjanjikan masa depan, tetapi tanpa kebijakan yang sejalan, harapan itu bisa berubah menjadi beban baru baik bagi manusia maupun planet yang kita tinggali.

“Harapan besar ada di tangan inovasi, tapi bumi tetap butuh panduan manusia untuk selamat.”

Comments